Oleh Pak Arif (Teman Kulo)
Semua orang pasti berfikir sebenarnya apa yang terjadi
terhadap bangsa ini. Sehingga bangsa Indonesia tak bangga dengan statusnya
sendiri. Segudang masalah menimpa bangsa ini : terorisme yang merajalela, hukum
yang tak jelas, kriminalitas dimana mana, premanisme, kemiskinan yang makin
pesat, konflik yang tak kunjung selesai, pornografi yang mengakar dan korupsi
yang tak pandang bulu.
Pertanyaannya
kenapa semua itu bisa terjadi?Bukankah kita sudah menyelenggarakan pendidikan
moral dan pendidikan karakter?Lalu, bagaimana untuk
menjelaskan tindakan-tindakan di atas yang perlu dilakukan oleh orang-orang
terdidik, dari institusi-institusi dan lembaga-lembaga terhormat di negeri ini?
Faktor yang paling
mendasar tentu saja adalah kegagalan system pendidikan kita dalam mencetak
pemimpin yang jujur dan bawahan yang patuh.Setidaknya, kita bisa melihat adanya
kesalahan sistem dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga ruh dari pendidikan
itu tidak mengena pada peserta didik.Inilah yang kemudian memicu krisis
multidimensi di negeri ini sebab krisis besar yang melanda bangsa ini
sesungguhnya bermuara pada rendahnya nilai-nilai moral.
Ada yang menarik
mengenai problem pendidikan di negeri ini. Bagaimana mungki soal ujian nasional
yang akan didistribusikan ke daerah oleh pusat memerlukan pengawalan ketat dari
kepolisian. Sebegitu parahkah moral bangsa ini sehingga di lembaga pendidikan saja
sepertinya nilai kejujuransedemikian jarang.Bagaimana mungkin pemberantasan
korupsidapat dilakukan, sedang institusi yang menjadi sumber kejujuran dan budi
pekerti demikian rapuh. Ini belum persolana lain seperti tingginya
kriminalitas, pergaulan bebas dikalangan remaja dan masih banyak persoalan
hukum yang lainnya. Lantas, siapakah yang sepatutnya diletakan dalam
posisibersalah dalam persoalan diatas?
Menjawab
pertanyaan ini tentunya sangat sulit dan setiap pihak yang dituduh dipastikan
akan membela diridengan menyodorkan beberapa pembelaan. Menyangkut krisis moral
yang melanda negeri ini stidaknya kita dapat melihat adanya factor utama yang
kemudian diikutifaktor dan variable yang semuanya butuh dikoreksidan memerlukan
pembenahan. Factor utamanya adalah kegagalan pada system pendidikan kita dalam
membentuk manusia cerdas, beriman, bertaqwa, serta berbudi pkerti luhur dan
beraklhak mul;ia, sesuai yang telah diamanatkan. Kemudian, factor ini diikuti
oleh factor pemicuberupa lngkungan yang tidak mengajarkan nilai – nilai moral
serta minimnya penyaringan informasi dan budaya yang masuk ke Indonesia.
Dengan demikian,
kita temukan sebuah jawaban mengenahi siapa yang harus bertanggung jawab atas
merosotnya moral bangsa ini. Yang paling bertanggung jawab adalah lembaga
pendidikan, bukan hanya system yang dijalankan tetapi semua elemen yang
bergerak di dunia pendidikan. Sampai saat ini upaya untuk membentuk budi
pekerti yang luhurdi sekolah – sekolah bukannya tidak pernah dilakukan.Akan
tetapi, pendidikan moral dan budi pekerti baru bersifat teori dan pengtahuan
semata, sebagaimana tertuang dalam pelajaran Pkn dan agama.Belum masuk dalam
tataran praktik sehingga pelajaran tersebut tidak betul – betul melekat dalam
karakter siswa. Terlebih, standar kelulusan dalam pendidikan moral hanya diukur
bagaimana anak dapat menghafal, menganalisis serta mampu menjawab soal ujian,
sedangkan watak dan perilaku anak tidak menandai sebagaimana keberhasilan
proses pembelajaran.
System seperti ini
berdampak pada perilaku anak sehingga terjadi kesenjangan antara pengetahuan
moral dengan perilaku mereka.Pendidikan moral belum menyentuh pada karakter
mereka sehingga tidak membentuk pola piker dan perilaku mereka menjdi lebih
bermoral. Sebab, seseorang dapat disebut sebagai orang yang berkarakter bik
apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral, baik dalam ajaran agama
ataupun norma masyarakat.
Kemudian lemahnya
proses pendidikan moral ini diperparah oleh lingkungan sekitar yang sepertinya
tidak mendukung mereka untuk menjadi orang baik. Penayangan sinetronyang tidak
mendidik, penyebaran video porno di beberapa situs internet yang tak
terkontrol, hingga kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak. Eksploitasi
besar – besaran oleh media dengan pemberitaan pejabat korupsi, artis terlibat
narkoba, kejahatan seksual dan pejabat yang mempertotonkan konflik membuat anak
– anak kehilangan figure yang semestinya dapat mereka teladani. Akibatnya,
masyarakat mulai mengabaikan nilai – nilai norma dan agama, sehingga memicu
pertumbuhan krisis moral lebih pesat.
Parahnya, pengaruh
teknologi demikian mencengkram seperti handphone yang memiliki fitur internet
atau kamera, hingga membuat anak – anak mudah mengakses gambar porno atau
kekerasan.Terlebih dengan menjamurnya warnet – warnet yang tak membatasi akses
untuk anak – anak.Kemudian, banyak orangtua yang tak mau tahu urusan anaknya.
Mereka memberikan keleluasaan penuh pada anak – anaknya untuk memegang HP.
Padahal seberapa pentingkah penggunaan HP oleh anak di usia sekolah?
Justru, dapat
membuat anak tumbuh dengan kebebasannya sehingga mempergunakan HP di luar norma
dengan menyimpan video porno dan mesum lainnya. Rata – rata kasus kejahatan
seksual yang dilakukan oleh anak usia sekolah karena ingin meniru adegan porno
yang disimpan diponsel mereka. Terkadang mereka merekam video mesum yang mereka
lakukan sehingga membuat heboh dimedia massa.Terlebih lagi, tingkat kepedulian
masyarakat terhadap lingkungannya mulai menurun. Mereka seperti tidak peduli
dengan apa yang dilakukan oleh anak anak disekitarnya, karena mungkin sibuk
dengan urusan masing – masing atau takut pada pembelaan orang tua saat sang
anak ditegur.
Inilah yang
kemudian mengakibatkan hamper seluruh sendi kehidupan bermasyarakat mengalami
penyimpangan karena terkontaminasi oleh cara – cara hidup yang tidak benar di
masyarakat yang telah menjadikan penyimpangan sebagai kebiasaan, bukan sebagai
kesalahan. Akhirnya seorang anak lepas kendali sehingga degradasi moral dalam
wujud tindakan asusuila dianggap lumrah. Tradisi maksiat jadi kebanggaan dan
kenakalan remaja dianggap biasa. Mengenahi tindakan – tindakan
penyimpangan masyarakat kadang ber apologi “ sudah zamannya “
Dengan demikian,
penyelesaian krisis moral ini tidak bisa dilakukan oleh lembaga sekolah saja,
tetapi memerlukan gerakan banyak pihak, pengelola lembaga pendidikan,
pemerintah, agamawan, orang tua dan masyarakat.Semuanya harus bergerak dengan
gerakan yang dapat melahirkan persepsi bahwa nilai moral lebih tinggi dari
sekedar pengetahuan semata.Menanamkan persepsi seperti ini tentunya harus
dimulai dari bangku sekolah yang kemudian diperkuat oleh kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu,
guru dituntut bukan hanya memiliki kompetensi, skill yang tinggi serta
kemampuan dan penguasaan terhadap materi ajar, tetapi juga memiliki keunggulan
lain dalam bidang penanaman moralitas dan nilai nilai etika. Dalam pelajaran
matematika misalnya, bukan hanya sekedar menitikberatkan pada objektifitas
angka dalam penjumlahan, tetapi juga diajarkan bagaimana karakter mereka
menjadi benar dengan nilai kejujuran.Hingga seorang anak tidak hanya tumbuh
dengan pengetahuan yang cerdas, tetapi juga tidak mudah mempermainkan angka
yang berujung pada korupsi dan penipuan.
Kemudian
pembenihan dibangku sekolah ini disertai oleh dukungan masyarakat, sesuai
dengan tugas dan fungsi masing – masing.Pemuka agama yang bertugas memberikan
bimbingan kepada masyarakat tentang moral dan etika, orang tua mengawasi
perilaku anak saat di rumah, dan pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengatur
perilaku masyarakat yang brpihak pada adat dan tata moral bangsa. Mislanya,
dengan membatasi pemakaian HPuntuk anak usia dini, semisal sampai tingkat SMA,
menyeleksi tayangan televise yang tidak mendidik. Insan pers, khussunya
televise, bertugas menyajikan tayangan uang menddidik, tidak sekedar tontonan
tetpai sekaligus tuntunan. Bagaimanapun persoalan budaya dan moral adalah
segalanya sehingga tidak bisa dikaitkan dengan persoalan bisnis semata. Cerita
– cerita yang berisikan pergaulan bebas, tawuran antar geng, kenakalan saat
belajar disekolah, pergaulan bebas dan perselingkuhan, perilaku tidak sopan
pada guru dan orang tua, budaya kekerasan dan aniaya, menonjolkan sifat iri dan
dengki serta perilaku yang licik adalah tema – tema yang seharusnya tidak
ditayangkan karena dapat membius dan menggeser nilai – nilai budaya dan moral
banmgsa. Upaya guru di sekolah dalam membentuk karakter murid akan runtuh
seketika saat anak menontonnya.
Artinya, tugas moralitas bangsa ini memerlukan kerjasama anatar semua
elemen elemen bangsa. Tanpa adanya kerja sama, pendiddikan moral dan etika yang
diberikan disekolah akan sulit berhasil. Bagaimana mungkin sebuah bangunan
moral berdiri megah dan indah saat orang – orang yang peduli berusaha
memperbaikinya sementara yang lain terus membongkarnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar